PERANAN MEDIA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Penulisan Karya Tulis
Ilmiah
yang Dibimbing oleh
Dra. Hj. Suryani, M.Si
Oleh
ARBY NURUL
TRISNAWATI
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN
PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Peranan
Media Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Siswa di
Sekolah”. Penyusunan makalah ini
merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah.
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Pontianak,
25 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
..........................................................................................
i
DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
..............................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah
...........................................................................3
C. Tujuan .............................................................................................3
D. Manfaat ...........................................................................................4
BAB II.
PEMBAHASAN
.................................................................................5
A. Konsep Belajar,
Pembelajaran, dan Mengajar ................................5
B. Pembelajaran di Sekolah
................................................................10
C. Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi
.....18
D. Pembelajaran
Berbasis Multimedia
...............................................23
BAB
III. PENUTUP
............................................................................................28
A. Kesimpulan
......................................................................................28
B. Saran
................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
..........................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan
yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses
pembelajaran dirancang dan dijalankan secara profesional. Setiap kegiatan
pembelajaran selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru
adalah pencipta kondisi belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis, dan berkesinambungan. Sedangkan siswa sebagai peserta didik
merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru tersebut
(Rusman, dkk., 2011).
Namun bila kita melihat kenyataannya
saat ini, sering kita jumpai bahkan mengalaminya langsung saat berada di
jenjang sekolah dasar, menengah pertama, menengah ke atas bahkan sampai ke perguruan
tinggi, bahwa terkadang pembelajaran yang diberikan oleh guru terasa sedikit membosankan
walaupun materinya sangat menarik untuk dipelajari. Sehingga kegiatan pembelajaran
di kelas terasa kaku dan tidak bermakna. Hal ini dikarenakan sebagian guru
memberikan pengajaran secara konvensional (teacher center) dengan hanya
menggunakan metode ceramah dan hafalan tanpa berpikir. Seperti yang dinyatakan
oleh Stine (dalam Rusman, dkk., 2011) bahwa,
Cara belajar sistem pendidikan kita yang diterapkan
kepada kita sejak masa kanak-kanak, yaitu cara belajar kuno dan tidak
produktif. Pendekatan model lama sebenarnya lebih menimbukan keburukan daripada
kebaikan dan membuat proses belajar menjadi sulit bagi anak. Sejak dulu sistem sekolah
mengajarkan kepada anak-anak untuk menghafal tanpa berpikir.
Selain
itu Keller (Rusman, dkk., 2011) juga mengkritik penerapan metode-metode
pembelajaran konvensional yang kurang menarik perhatian peserta didik.
Menurutnya, “peserta didik harus diberi akses yang lebih luas dalam menentukan
apa yang ingin mereka pelajari sesuai minat, kebutuhan, dan kemampuannya”.
Dikatakannya pula bahwa “guru bukanlah satu-satunya pemegang otoritas
pengetahuan di kelas. Siswa harus diberi kemandirian untuk belajar dengan
memanfaatkan berbagai sumber belajar”.
Oleh sebab itu perlu adanya upaya yang
harus dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidikan, khususnya
kualitas pembelajaran. Salah satunya adalah dengan mengembangkan sistem
pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik dan memfasilitasi kebutuhan
siswa akan kebutuhan belajar yang menantang, aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan dengan mengembangkan dan menerapkan pembelajaran berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Memasuki era Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) sekarang ini sangat dirasakan kebutuhan dan pentingnya
penggunaan TIK dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran yang diharapkan. Melalui TIK diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan, yaitu dengan cara membuka lebar-lebar terhadap akses ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi dalam rangka penyelenggaraan pendidikan
yang berkualitas dan menyenangkan.
Dengan
adanya pembelajaran yang berorientasi pada pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi ini diharapkan guru dapat mengembangkan minat dan bakat siswa dalam
belajar, bahkan dapat bersaing di kancah internasional.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah mengenai “Peranan Media Teknologi
Informasi dan Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Siswa di Sekolah” adalah:
1.
Apa yang
dimaksud dengan belajar, pembelajaran, dan mengajar?
2.
Bagaimana
situasi dan kondisi pembelajaran yang diharapkan di sekolah?
3.
Bagaimana
pembelajaran yang berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi?
4.
Apa yang
dimaksud dengan pembelajaran berbasis multimedia?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan penulis membuat makalah ini adalah:
1.
Memenuhi
tugas mata kuliah Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
2.
Mengetahui
pengertian belajar, pembelajaran, dan mengajar.
3.
Mengetahui
situasi dan kondisi pembelajaran yang diharapkan di sekolah.
4.
Mengetahui
pembelajaran yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
5.
Mengetahui
pengertian dan maksud dari pembelajaran berbasis multimedia.
D.
Manfaat
Manfaat penulisan
makalah ini adalah:
1.
Menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai pembelajaran yang efektif.
2.
Menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai bagaimana situaasi dan kondisi pembelajaran yang diharapkan di sekolah.
3.
Menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
4.
Menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai pembelajaran berbasis multimedia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Belajar, Pembelajaran, dan Mengajar
1.
Belajar
Belajar merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh setiap manusia,
karena belajar adalah salah satu faktor yang memengaruhi dan berperan penting
dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian besar perkembangan
individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Menurut Surya (dalam Rusman, dkk., 2011) belajar dapat diartikan sebagai suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru
secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Lebih jauh James O. Whitaker (dalam Rusman,
dkk., 2011:8) mengungkapkan bahwa “Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan
atau diubah melalui latihan dan pengalaman.” Kata “diubah” merupakan kata kunci
pendapatnya Whitaker, sehingga dari kata tersebut mengandung makna bahwa
belajar adalah sebuah perubahan yang direncanakan secara sadar melalui suatu
program yang disusun untuk menghasilkan perubahan perilaku positif tertentu.
Selain itu Rusman, dkk (2011:7) menjelaskan bahwa,
Belajar
merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun secara
fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis, yaitu aktivitas yang merupakan
proses mental, misalnya aktivitas berpikir, memahami, menyimpulkan, menyimak,
menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkapkan, menganalisis dan
sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis yaitu aktivitas yang
merupakan proses penerapan atau praktik, misalnya melakukan eksperimen atau
percobaan, latihan, kegiatan praktik, membuat karya (produk), apresiasi dan
sebagainya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut, intinya bahwa belajar adalah
perubahan perilaku siswa.
Selanjutnya Rusman, dkk mengungkapkan secara keseluruhan biasanya hasil
belajar akan tampak berupa:
a.
Kebiasaan; misalnya peserta didik belajar bahasa
berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang
keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan
benar.
b.
Keterampilan; seperti menulis dan berolahraga yang
meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi
gerak yang tinggi dan kesadaran yang tinggi.
c.
Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan dan
memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra secara objektif sehingga
peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
d.
Berpikir asosiatif; yakni berpikir dengan cara
mengasosiasikan sesuatu dengan menggunakan daya ingat.
e.
Berpikir rasional dan kritis; yakni menggunakan
prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis
seperti “bagaimana” (how) dan
“mengapa” (why).
f.
Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan
individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain,
sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan
bertindak dalam menghadapi objek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur
pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
g.
Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
h.
Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu).
i.
Perilaku afektif; yakni perilaku yang bersangkutan dengan
perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan
sebagainya.
j.
Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa
kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Menurut Bloom (Rusman, dkk., 2011:12),
“Perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam
ranah/domain kognitif, afektif, dan psikomotorik, beserta tingkatan
aspek-aspeknya.” Tingkatan tingkah laku
tertentu merupakan akumulasi tingkatan tingkah laku yang ada sebelumnya, baik pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif) maupun psikomotor. Artinya seorang telah mencapai
tingkah laku tertentu (jenjang aplikasi), maka siswa tersebut harus menguasai
tingkatan tingkah laku jenjang sebelumnya yaitu pengetahuan dan pemahaman.
Sebagai contoh, siswa tidak mungkin dapat mengoperasikan komputer (aplikasi),
tanpa menguasai pengetahuan dasar-dasar komputer dan pemahaman tentang komputer
itu sendiri.
2. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses
dasar dari pendidikan, dari sanalah lingkup terkecil secara formal yang
menentukan dunia pendidikan berjalan baik atau tidak. Pembelajaran merupakan
suatu proses menciptakan kondisi yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi
belajar mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran lainnya
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pandangan
Sudjana (dalam Rusman, dkk., 2011) yang mengatakan bahwa “Pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan
agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik
(warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan
pembelajaran”. Lebih lanjut Rusman (2011:15) mengungkapkan bahwa:
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari
berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen
tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen
pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan
media, metode, strategi dan pendekatan apa yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran.
Dari pernyataan di
atas, pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses interaksi komunikasi
antara sumber belajar, guru, dan siswa. Interaksi komunikasi itu dilakukan baik
secara langsung dalam kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung dengan
menggunakan media, di mana sebelumnya telah menentukan model pembelajaran yang
akan diterapkan tentunya. Hakikat pembelajaran di atas haruslah terdapat di
dalam setiap komponen pembelajaran termasuk pembelajaran berbasis TIK yang akan
diimplementasikan. Siswa jangan selalu dianggap sebagai objek belajar yang
tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, kebutuhan, serta
kemampuan yang berbeda. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar
(transfer of knowledge), tetapi juga sebagai pembimbing, pelatih, pengembang,
dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar
siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Mengajar
Secara sederhana
mengajar dapat diartikan sebagai interaksi antara siswa dengan guru. Dalam
paradigma baru mengajar lebih ditekankan pada penciptaan suasana yang
memungkinkan siswa dapat belajar dengan efektif dan efisien (Rusman, dkk., 2011).
Artinya dalam mengajar guru harus berusaha mengetahui kemampuan awal siswa,
memberikan motivasi yang kuat, mengajak siswa untuk berpikir dan melakukan
aktivitas umpan balik, dan menempatkan siswa sebagai subjek yang memiliki
kemampuan untuk dikembangkan. Iklim yang mendukung dan menyenangkan untuk
belajar, akan membuat siswa merasa aman, nyaman, dan fun dalam belajar,
sehingga lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan kebutuhannya.
Kemudian menurut Howard
& Alvin W (dalam Rusman, dkk., 2011:18) “Mengajar adalah suatu aktivitas
untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau
mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations
(penghargaan) dan knowledge.”
Dari pengertian
tentang mengajar di atas terdapat kata kunci, yaitu aktivitas dan penyampaian.
Dari kata kunci tersebut menunjukkan adanya sesuatu yang diberikan atau
disampaikan dari guru kepada siswa. Makna penyampaian (transfer) dalam konteks
pembelajaran tidaklah sama dengan transfer dalam konteks ekonomi atau lainnya
yang berarti pindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain yang menyebabkan
hilangnya dari suatu keadaan atau suatu tempat. Karena secara faktual, jika
seorang guru semakin banyak mengajar justru semakin banyak dan mantap pula
pengetahuannya. Arti transfer dalam konteks pembelajaran adalah transfer
pengaruh atau transfer pengalaman atau disebut dengan istilah transfer belajar
(Rusman, dkk., 2011). Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka inti dari
mengajar ialah suatu proses menambahkan pengetahuan atau pengaruh kepada
seseorang dengan tidak mengurangi pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa hakikat mengajar adalah proses transfer pengetahuan dan
pengalaman dari pendidik kepada peserta didik.
B. Pembelajaran di Sekolah
1.
Aktivitas Siswa dalam Belajar
Banyak orang yang
berharap akan terwujudnya siswa aktif dalam proses pembelajaran. Paul Suparno,
dkk (2001:42) mencirikan siswa yang secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran menjadi dua aktivitas yakni aktif dalam berpikir (minds-on) dan aktif dalam berbuat (hands-on). Kedua bentuk aktif ini saling
terkait. Perbuatan nyata siswa dalam
pembelajaran merupakan hasil keterlibatan berpikir terhadap objek belajarnya. Pengalaman
sebagai hasil perbuatan siswa, selanjutnya diolah dengan menggunakan kerangka
berpikir dan pengetahuan yang dimilikinya untuk membangun pengetahuan. Dengan
cara ini siswa dapat mengembangkan pemahaman bahkan mengubah pemahaman
sebelumnya menjadi semakin baik (ilmiah). Pemahaman baru ini, yang melalui
pengolahan dan refleksi, dapat melahirkan tindakan yang lain sebagai perwujudan
keingintahuannya. Dengan demikian, proses siswa aktif merupakan proses yang
tiada henti.
Agar siswa dapat terlibat
aktif dalam proses pembelajaran diperlukan adanya proses pembiasaan. Untuk itu,
perlu diidentifikasi beberapa kecakapan dasar penunjang yang harus menjadi
kemampuan yang melekat pada diri siswa. Beberapa kemampuan dasar tersebut
menurut Paul Suparno, SJ, dkk (2001:43) antara lain:
a.
Kemampuan bertanya.
Kemampuan ini tidak lain adalah
kemampuan siswa untuk mempersoalkan (problem
solving). Dimulai dengan persoalan dalam wujud pertanyaan, maka dalam diri
siswa terdapat keinginan untuk mengetahui melalui proses belajarnya.
b.
Kemampuan pemecahan masalah (problem solving).
Permasalahan yang muncul di
dalam pembelajaran harus diselesaikan (dicari jawabannya) oleh siswa selama
proses belajarnya. Tidak cukup kalau siswa mahir mempersoalkan sesuatu tetapi
miskin dalam pencarian pemecahannya. Penyelesaian masalah sendiri dapat
dilakukan secara mandiri (self-independence
learning) maupun secara kelompok (group
learning).
c.
Kemampuan berkomunikasi.
Dalam konteks pemahaman,
kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal merupakan sarana agar
terjadi pemahaman yang benar (yang baik dan punya kadar keilmuan), dari hasil
proses berpikir dan berbuat, terhadap gagasan siswa yang ditemukan dan ingin
dikembangkan.
Pembelajaran siswa
aktif dapat dikembangkan ke arah
reflektif (paradigma pedagogi reflektif).
Pengalaman belajar siswa disamping dapat diolah untuk memperoleh pengetahuan
ilmiah, harus dapat pula dijadikan bahan refleksi kritis. Melalui refleksi,
siswa diajak untuk menyadari dampak yang timbul dari ilmu pengetahuan dan
teknologi terhadap masyarakat, mengasah hati nurani, meningkatkan kepedulian
sosial, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam kariernya kelak. Buah
kesadaran sebagai hasil refleksi dijadikan titik tolak untuk melakukan aksi
(seperti menyatakan keprihatinan dan perhatian) yang hasilnya harus dievaluasi.
Dengan cara ini, maka aktivitas siswa dalam belajar telah mengintegrasikan
pengembangan intelektual dan nilai-nilai kemanusiaan.
2. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan dalam pembelajaran
secara umum dibagi menjadi dua, seperti yang dikemukakan oleh Killen & Roy
dalam bukunya yang berjudul Effective
Teaching Strategies (dalam Rusman, dkk., 2011:45-46) yaitu:
a. Pendekatan
Pembelajaran Berorientasi pada Guru (teacher
centered approaches)
Pendekatan pembelajaran
berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatakan siswa sebagai objek
dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik atau konvensional dengan
hanya menggunakan metode ceramah dan hafalan. Dalam pendekatan ini guru menempatkan
diri sebagai orang yang serba bisa dan sebagai satu-satunya sumber belajar.
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru memiliki
ciri bahwa pe-
ngelolaan pembelajaran
ditentukan sepenuhnya oleh guru baik dalam pilihan materi pelajaran maupun penentuan
proses pembelajaran. Peran siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktivitas
sesuai dengan minat dan keinginannya.
b. Pendekatan
Pembelajaran Berorientasi pada Siswa (student
centered approaches)
Pendekatan pembelajaran
berorientasi pada siswa adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa
sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada siswa, manajemen dan pengelolaannya
ditentukan oleh siswa. Pada pendekatan ini siswa memiliki kesempatan yang
terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan potensinya melalui
aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya. Sedangkan peran
guru lebih menempatkan diri sebagai fasilitator, pembimbing, sehingga kegiatan
belajar siswa menjadi lebih terarah.
Pendekatan pembelajaran
berorientasi pada siswa inilah yang akan digunakan dalam pembelajaran berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi nantinya. Yang mana cara ini dapat menjadi
salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, seperti yang
diungkapkan oleh Rusman, dkk (2001:7),
Dari berbagai kondisi dan potensi yang ada, upaya yang
dapat dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas di sekolah adalah
mengembangkan sistem pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik
(children center) dan memfasilitasi kebutuhan siswa akan kebutuhan belajar yang
menantang, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan mengembangkan dan
menerapkan pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
3. Pembelajaran yang Konstruktivis
Menurut filsafat
konstruktivisme, pengetahuan merupakan bentukan (konstruksi) orang yang sedang
belajar. Paul Suparno, SJ, dkk. (2001) mengungkapkan bahwa,
Dalam konteks sekolah, pengetahuan yang diperoleh siswa
selama proses pembelajaran merupakan hasil bentukan siswa sendiri. Pengalaman
bersentuhan langsung dengan objek belajarnya menjadi penting. Dengan cara ini
siswa dapat menjalani proses mengkonstruksi pengetahuan baik berupa konsep, ide
maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajarinya. Agar proses
pembentukan pengetahuan dapat berkembang, maka kehadiran pengalaman baru
menjadi penting bila tidak membatasi pengetahuan siswa.
Pengetahuan yang dibentuk
dengan sendirinya harus memunculkan dorongan untuk mencari atau menemukan
pengalaman baru. Pembelajaran yang menekankan proses pembentukan pengetahuan
oleh siswa sendiri dinamakan pembelajaran yang konstruktivis. Dalam konteks
belajar seperti ini, aktivitas siswa menjadi syarat mutlak agar siswa mampu,
bukan untuk “mengumpulkan” banyak fakta melainkan dapat “menemukan” sesuatu
(pengetahuan) dan mengalami perkembangan pemikiran.
Dari
|
Menjadi
|
Mengajar
Indoktrinasi
Guru sebagai subjek
Mengumpulkan pengetahuan
|
Belajar
Partisipatif sebagai mediator dan fasilitator
Siswa sebagai subjek
Menemukan pengetahuan dan mengembangkan kerangka berpikir
|
Agar terjadi proses
yang demikian diperlukan pergeseran paradigma dalam pembelajaran kepada hal-hal
yang utama menurut (Paul Suparno, SJ, dkk., 2001), yakni:
4. Tipe Gaya Belajar
Ada beberapa tipe
gaya belajar yang harus dicermati oleh guru, yaitu: gaya belajar visual (visual learner), gaya belajar autitif (auditory learner) dan gaya belajar
kinestetik (tactual learner). Gaya
belajar tersebut memiliki penekanan-penekanan masing-masing, meskipun perpaduan
dari ketiganya sangatlah baik, tetapi pada saat tertentu siswa akan menggunakan
salah satu saja dari ketiga gaya belajar tersebut (Rusman, dkk., 2011).
a.
Tipe Belajar Visual (Visual
Learner)
Visual learner adalah gaya belajar dimana gagasan, konsep, data dan
informasi lainnya dikemas dalam bentuk gambar dan teknik. Siswa yang memiliki
tipe belajar visual memiliki keterkaitan yang tinggi ketika diperlihatkan gambar,
grafik, grafis organisatoris, seperti jaring, peta konsep dan ide peta, plot,
dan ilustrasi visual lainnya. Beberapa
teknik yang digunakan dalam belajar visual untuk meningkatkan keterampilan
berpikir dan belajar, lebih mengedepankan peran penting mata sebagai
penglihatan (visual). Pada gaya
belajar ini dibutuhkan banyak model dan metode pembelajaran yang digunakan
dengan menitikberatkan pada peragaan. Media pembelajarannya adalah objek-objek
yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat
peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Bahasa
tubuh dan ekspresi wajah guru juga sangat penting peranannya ketika
menyampaikan materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat
melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak dan
belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti
diagram, buku pelajaran bergambar, CD interaktif, digital content dan video. Di
dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detail-detailnya untuk
mendapatkan informasi.
b.
Tipe Belajar Auditif (Auditory
Learner)
Auditory learner adalah suatu gaya belajar
dimana siswa belajar melalui mendengarkan. Siswa yang memiliki gaya belajar
auditori akan mengandalkan kesuksesan dalam belajarnya melalui telinga, oleh
sebab itu guru sebaiknya memerhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya.
Anak yang mempunyai gaya belajar
auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan
mendengarkan penjelasan apa yang dikatakan guru. Anak dengan belajar tipe auditori
dapat mencerna makna yang disampaikan oleh guru melalui simbol atau suara,
tinggi rendahnya, kecepatan berbicara, dan hal-hal auditori lainnya. Anak-anak
seperti ini dapat menghapal lebih cepat melalui membaca teks dengan keras atau
mendengarkan media audio.
c.
Tipe Belajar Kinestetik (Tactual Learner)
Tactual learner adalah suatu gaya belajar di
mana siswa belajar dengan cara melakukan, menyentuh, merasa, bergerak dan
mengalami. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik mengandalkan belajar
melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan tindakan. Anak seperti ini sulit
untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktivitas dan
eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar seperti ini belajarnya
melalui gerak dan sentuhan. Oleh karena itu, pembelajaran yang dibutuhkan adalah
pembelajaran yang lebih bersifat kontekstual dan praktik.
Berdasarkan uraian
di atas bahwa dalam pembelajaran perlu suatu proses yang melibatkan potensi
siswa secara keseluruhan, yaitu potensi pendengaran, penglihatan, dan gerak
motorik. Dari kolaborasi ketiga potensi tersebut siswa lebih mampu menguasai
suatu kecakapan tertentu, karena ketiga potensi tersebut terlibat aktif baik
secara fisik maupun secara psikologis. Guru harus dapat memenuhi kebutuhan
siswa dalam belajar, sehingga belajar menjadi sesuatu yang menarik dan
menyenangkan serta tidak membosankan. Kreativitas guru sangat dibutuhkan untuk
megkolaborasikan berbagai metode atau multimetode, multistrategi, multimodel,
multimedia dan aktivitas belajar sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga memiliki
kesempatan yang luas untuk beraktivitas dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang mengakses ketiga tipe gaya belajar tersebut adalah
pembelajaran yang berorientasi aktivitas siswa dengan menggunakan berbagai
macam pendekatan dan media pembelajaran. Jadi pembelajaran boleh saja dilakukan
secara klasikal tapi sentuhannya harus individual, artinya guru harus menyentuh
siswa yang auditif dengan ceramah dan penjelasan guru, bagi siswa yang visual,
guru menggunakan berbagai alat dan media pembelajaran seperti media gambar,
poster, OHP, LCD, CD interaktif, digital content dan media visual lainnya,
sedangkan yang tipenya kinestetik guru harus menyentuhnya dengan pengalaman
langsung seperti praktik, laboratorium, eksperimen, role playing, peragaan, observasi,
dan unsur kinestetik lainnya.
C. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Perkembangan
teknologi yang sangat pesat telah memiliki peranan yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk pendidikan atau
pengajaran. Komputer sebagai hasil dari perkembangan teknologi tentunya
memiliki pengaruh dalam dunia pendidikan. Penggunaan komputer dalam
pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara individual
(individual learning) dengan menumbuhkan kemandirian dalam proses belajar,
sehingga siswa akan mengalami proses yang jauh lebih bermakna dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional. Manfaat komputer untuk tujuan pendidikan
menurut Arsyad (dalam Rusman, dkk., 2011:47) yaitu:
1.
Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima
pelajaran karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan
cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar
dalam menjalankan instruksi seperti yang diinginkan program yang digunakan.
2.
Komputer dapat merangsang siswa untuk mengerjakan
latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau simulasi karena tersedianya
animasi grafik, warna, dan musik yang dapat menambah realisme.
3.
Kendali berada di tangan siswa, sehingga tingkat
kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. Dengan
kata lain, komputer dapat berinteraksi dengan siswa secara individual misalnya
dengan bertanya dan menilai jawaban.
4.
Kemampuan merekam aktivitas siswa selama menggunakan program
pembelajaran, memberikan kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara
perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.
5.
Dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan peralatan
lain seperti CD interaktif, video, dan lain-lain dengan program pengendali dari
komputer.
Peranan komputer sebagai media pembelajaran adalah menjadi sumber
utama (major resource) dalam mengimplementasikan program pembelajaran di
sekolah, melalui komputer siswa dapat menjalankan aplikasi program yang
didukung juga dengan fasilitas penunjang lain yang saat ini berkembang yaitu
internet.
Internet adalah sarana
yang sangat efisien dan efektif untuk melakukan pertukaran informasi jarak jauh
(Rusman, dkk., 2011: 48). Kelebihannya dalam akses global itulah yang menjadikan
internet memiliki peranan tersendiri, karena internet dapat memfasilitasi
beragam sumber belajar yang dibutuhkan siswa.
Manfaat internet
menurut Hardjito (dalam Rusman, dkk., 2011:51) yaitu:
Manfaat internet lebih banyak disebabkan oleh kecepatan,
kemudahan, murah, dan canggih. Bila saat ini berbicara internet, pemakai lebih
cenderung menggunakannya untuk kebutuhan e-mail
dan browsing, padahal kemampuan dan
fasilitas dari internet adalah lebih dari itu. Transfer pengetahuan yang
dimungkinkan melalui internet justru bisa jauh lebih efektif sekaligus lebih
efisien untuk membentuk intelektual manusia muda dan masa depan.
Beberapa keuntungan
atau manfaat pembelajaran melalui internet menurut Siahaan (dalam Rusman, dkk.,
2011:54) sebagai berikut:
1.
Menjadi alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif.
2.
Melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian
peserta didik.
3.
Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi
pembelajaran mutu belajar mengajar.
4.
Membantu peserta dalam memahami materi pelajaran.
Dari pernyataan di
atas bagi siswa internet dapat dimanfaatkan secara positif, namun manfaat
internet dalam pembelajaran bukan hanya sebagai alat pembelajaran bagi peserta
didik saja, tetapi juga bermanfaat bagi para pengajar untuk meningkatkan
keilmuan mereka ke arah profesionalitas. Menurut hasil penelitian Honey &
Henriquez pada tahun 1993 di Amerika Serikat (dalam Rusman, dkk., 2011:55)
tentang penggunaan internet menyatakan bahwa “... bagi kalangan pendidikan
(guru, dosen, peneliti, pengembang), internet membuat mereka lebih terbuka
wawasannya, terlepas dari keterasingannya, serta meningkatkan profsionalisme
dan kemandiriannya.”
Apabila dilihat
dari interaksi guru dan siswa, internet juga memungkinkan terselenggaranya
pembelajaran jarak jauh, artinya segala proses pembelajaran dilakukan secara online dan real-time. Pembelajaran semacam ini kita kenal dengan istilah e-learning. Melalui pembelajaran online, iklim pembelajaran dan perasaan
peserta didik dinilai lebih kondusif dan akan dapat mendorong peserta didik
untuk meningkatkan kadar interaksinya dalam kegiatan pembelajaran, karena dalam
pembelajaran semacam ini siswa belajar secara mandiri.
Jika dibandingkan, e-learning memiliki manfaat yang lebih
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal tersebut sejalan dengan yang
dikemukakan lembaga P3AILP3 UNEJ (Rusman, dkk., 2011:57), diantaranya adalah:
1.
Fleksibilitas dari sisi waktu dan tempat. Dengan e-learning mahasiswa dapat belajar lebih
fleksibel sesuai waktu yang dimiliki. Demikian juga dia dapat mengakses kuliah
dari tempat yang lebih fleksibel, tidak seperti kuliah konvensional yang harus
dilakukan pada ruangan dan jam tertentu. Termasuk juga mahasiswa dapat
meluangkan waktu lebih fleksibel sesuai kondisi masing-masing.
2.
Fleksibel dari fasilitas dan lingkungan belajar.
Mahasiswa dapat mengakses e-learning
dengan fasilitas yang bervariasi.
3.
Suasana tidak menegangkan. Dengan e-learning suasana
belajar tidak menegangkan seperti tatap muka langsung. Mahasiswa lebih berani
melakukan latihan online karena tidak takut malu atau dibentak jika melakukan
kesalahan.
4.
Mudah meremajakan materi. Berbeda dengan meremajakan
materi kuliah yang tersusun dalam bentuk buku cetak, materi online dapat diremajakan setiap saat.
Berdasarkan yang
diutarakan, perubahan dari konvensional ke e-learning
maka hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru
telah berubah dari sebagai penyampai pengetahuan sumber utama informasi, ahli
materi, dan sumber segala jawaban menjadi sebagai fasilitator pembelajaran,
pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; dari
mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak
memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses
pembelajaran. Sementara itu, peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami
perubahan, yaitu dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif
dalam proses pembelajaran, dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi
menghasilkan berbagai pengetahuan, dari pembelajaran sebagai aktivitas
individual (soliter) menjadi
pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Keuntungan lainnya dalam menggunakan e-learning menurut Wahono (Rusman, dkk.,
2011:58)
diantaranya sebagai berikut:
1.
Fleksibel karena siswa dapat belajar kapan saja, di mana
saja, dan dengan tipe pembelajaran yang berbeda-beda.
2.
Menghemat waktu proses belajar mengajar.
3.
Mengurangi biaya perjalanan.
4.
Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan
(infrastruktur, peralatan, buku-buku)
5.
Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas.
6.
Melatih pembelajaran lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu
pengetahuan.
D. Pembelajaran Berbasis Multimedia
Media berasal dari
kata “medius” yang berarti tengah, perantara atau pengantar. Media adalah
sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997).
Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara peserta didik, guru dan
bahan ajar (Rusman , dkk., 2011). Media
yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran, yang mempunyai
fungsi sebagai perantara pesan – dalam hal ini adalah materi pelajaran – kepada
peserta didik. Jadi, media pembelajaran adalah alat atau bentuk stimulus yang
berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran.
Bentuk-bentuk
stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau
interaksi manusia; realita; gambar bergerak atau tidak; tulisan, dan suara yang
direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu peserta didik mempelajari
bahasa asing (Rusman, dkk., 2011). Namun demikian, tidaklah mudah mendapatkan kelima
bentuk itu dalam satu waktu atau tempat.
Teknologi komputer
adalah sebuah penemuan yang memungkinkan menghadirkan beberapa atau semua
bentuk stimulus di atas sehingga pembelajaran akan lebih optimal. Namun
demikian, masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Guru adalah orang
yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut
dalam bentuk pembelajaran. Namun, kebanyakan guru tidak mempunyai kemampuan
untuk menghadirkan kelima stimulus itu dengan program komputer. Jalan keluarnya adalah merealisasikan
stimulus-stimulus itu dalam program komputer dengan menggunakan piranti lunak
yang mudah dipelajari. Dengan demikian, para guru akan dengan mudah
merealisasikan ide-ide pembelajarannya.
Media pembelajaran
yang baik harus memenuhi beberapa kriteria
(Rusman, dkk., 2011). Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi peserta didik. Selain itu
media juga harus merangsang peserta didik mengingat apa yang sudah dipelajari
selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan
mengaktifkan peserta didik dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga
mendorong peserta didik untuk melakukan praktik-praktik dengan benar. Untuk
menarik minat peserta didik program harus mempunyai tampilan yang artistik,
maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian terakhir
adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan
pembelajaran yang diinginkan oleh peserta didik. Sehingga pada waktu seseorang
selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Dalam proses
belajar mengajar, hal utama yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam
penggunaan media adalah berkaitan dengan analisis manfaat dari penggunaan media
tersebut. Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan dalam penggunaan media
pembelajaran berkaitan dengan analisis manfaat yang akan diperoleh, sebagaimana
dikemukakan oleh Sudjana dan Rivai (dalam Rusman,
dkk.,
2011: 62) yaitu:
1.
Pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik
sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2.
Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak
semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga
peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru harus
mengajar untuk setiap jam pelajaran.
3.
Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga
dapat lebih dipahami oleh para peserta didik dan memungkinkan peserta didik
menguasai tujuan pembelajaran lebih baik.
4.
Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar,
sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Ada lima jenis
media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menurut Rusman (2011:63) yaitu:
1.
Media Visual
Media visual adalah media yang
hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan yang terdiri atas
media yang dapat diproyeksikan dan media yang tidak dapat diproyeksikan yang
biasanya berupa gambar diam atau gambar bergerak.
2.
Media Audio
Media audio adalah media yang
mengandung pesan dalam bentuk auditif yang dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan para peserta didik untuk mempelajari bahan ajar. Contoh
dari media audio ini adalah program kaset suara dan program radio.
3.
Media Audio-Visual
Media ini merupakan kombinasi
audio dan visual atau biasa disebut media pandang-dengar. Contoh dari media ini
adalah program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan
program slide suara (sound slide).
4.
Kelompok Media Penyaji
Media kelompok penyaji ini
sebagaimana diungkapkan Donald T. Tosti dan John R. Ball (dalam Rusman, dkk., 2011) dikelompokkan dalam tujuh jenis, yaitu:
a.
kelompok kesatu: grafis, bahan cetak, dan gambar diam;
b.
kelompok kedua: media proyeksi diam;
c.
kelompok ketiga: media audio;
d.
kelompok keempat: media video;
e.
kelompok kelima: media gambar hidup/film;
f.
kelompok keenam: media televisi; dan
g.
kelompok ketujuh: multimedia.
5.
Media Objek dan Media Interaktif Berbasis Komputer
Media objek merupakan media
tiga dimensi yang menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian,
melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti ukurannya, bentuknya,
beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya, dan sebagainya. Media ini dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu media objek sebenarnya dan media objek
pengganti. Sedangkan media interaktif berbasis komputer adalah media yang
menuntut peserta didik untuk berinteraksi selain melihat maupun mendengarkan.
Contoh media interaktif berbasis komputer adalah program interaktif dalam
pembelajaran berbasis komputer.
Dari kelima bentuk
media tersebut, media yang terakhir merupakan media dan sumber terbaik yang
dapat digunakan sebagai sumber media komunikasi. Karakteristik terpenting
kelompok media ini adalah bahwa peserta didik tidak hanya memerhatikan media
atau objek, melainkan juga dituntut untuk berinteraksi selama mengikuti
pembelajaran. Sedikitnya ada tiga macam interaksi menurut Rusman (2011:64).
Interaksi yang pertama ialah yang
menunjukkan peserta didik berinteraksi dengan sebuah program, misalnya peserta
didik diminta mengisi blanko pada bahan belajar terprogram. Bentuk interaksi
yang kedua ialah peserta didik
berinteraksi dengan media komputer, misalnya CD interaktif, simulator,
laboratorium bahasa, laboratorium komputer, atau kombinasi diantaranya yang
berbentuk video interaktif. Bentuk interaksi ketiga ialah mengatur interaksi antara peserta didik secara
teratur, tetapi tidak terprogram. Sebagai contoh dapat dilihat pada berbagai
permainan pendidikan atau simulasi yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan
atau masalah yang mengharuskan mereka untuk membalas serangan lawan atau kerja
sama dengan teman sekelompok dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini peserta
didik harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang timbul karena tidak ada
batasan yang kaku mengenai jawaban yang benar.
Jadi, permainan
pendidikan dan simulasi yang berorientasikan pada masalah memiliki potensi
untuk memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat dan realistis. Oleh
karena itu, guru menganggapnya sebagai sumber terbaik dalam masalah media
komunikasi.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pendidikan adalah
hal yang paling utama dalam proses perkembangan individu, baik pembentukan
pribadi maupun perilakunya. Pendidikan
berhubungan erat dengan proses pembelajaran yang terjadi antara guru dan
peserta didik. Dalam proses pembelajaran tersebut dibutuhkan strategi dalam
menciptakan kondisi yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar
mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran lainnya untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan
pembelajaran berorientasi pada siswa karena menempatkan siswa sebagai subjek
belajar dan kegiatan belajar bersifat modern, sehingga dapat membentuk siswa
aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran perlu suatu proses yang melibatkan potensi siswa secara
keseluruhan, yaitu potensi pendengaran, penglihatan, dan gerak motorik. Dari
kolaborasi ketiga potensi tersebut siswa lebih mampu menguasai suatu kecakapan
tertentu, karena ketiga potensi tersebut terlibat aktif baik secara fisik
maupun secara psikologis. Seiring dengan perkembangan zaman guru harus dapat
memenuhi kebutuhan siswa dalam belajar, sehingga belajar menjadi sesuatu yang
menarik dan menyenangkan serta tidak membosankan. Pembelajaran yang mengakses
ketiga tipe gaya belajar tersebut adalah pembelajaran yang berorientasi
aktivitas siswa dengan menggunakan berbagai macam pendekatan dan media
pembelajaran. Seperti pembelajaran menggunakan multimedia berbasis teknologi
informasi dan komunikasi. Model
pembelajaran berbasis teknologi dan komunikasi terbukti mampu memberikan
dorongan dan motivasi yang kuat kepada peserta didik untuk belajar. Dengan
motivasi yang kuat dari peserta didik itu, tentunya juga akan berdampak pada
prestasi akademik di sekolah.
B. Saran
Seiring perkembangan teknologi, sudah semestinya model pembelajaran
konvensional yang selama ini masih diterapakan dibeberapa sekolah harus beralih
kepada model pembelajaran yang berbasis pada Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Kita
sebagai pendidik maupun calon pendidik agar selalu menambah ilmu pengetahuan,
meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melakukan renovasi dalam
pembelajaran, menggunakan multimedia dalam pembelajaran diantaranya dengan
menggunakan komputer. Sungguh pandangan yang keliru kalau pada abad gelombang
informasi seperti sekarang ini masih ada seorang guru yang masih memosisikan
dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar. Tetapi yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
adalah kesiapan dari sekolah, guru dan murid yang saling menyupport. Sebaiknya
sarana dan prasarana penunjang seperti komputer dan jaringan internet harus
sudah ada. Hal ini agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Rusman,
dkk. (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung:
Rajawali Pers.
Paul Suparno, SJ, dkk. (2001). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Indah Septyorini. (2012). Pembelajaran Menggunakan Basis Komputer. (online). (http://indahseptyorini.blogspot.com/2012/05/makalah-pembelajaran-dengan-menggunakan.
html, dikunjungi 12 Januari 2014)
Syaiful Anshori.
(2012). Pembelajaran Berbasis
Teknologi Komunikasi Dan Informasi Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa. (online).
(http://syaifulanshori.blogspot.com/2012/01/pembelajaran-berbasis-teknologi.html,
dikunjungi 12 Januari 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar