Minggu, 22 Juni 2014

PERANAN MEDIA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

PERANAN MEDIA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Penulisan Karya Tulis Ilmiah
yang Dibimbing oleh
Dra. Hj. Suryani, M.Si

Oleh
ARBY NURUL TRISNAWATI
(F37012033)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK


2014


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah  ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Peranan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Siswa di Sekolah”. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah  Penulisan  Karya  Ilmiah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pontianak, 25 Oktober 2013

Penulis            

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I.     PENDAHULUAN ..............................................................................1
                 A. Latar Belakang ................................................................................1
                 B. Rumusan Masalah ...........................................................................3
                 C. Tujuan .............................................................................................3
                 D. Manfaat ...........................................................................................4
BAB II.   PEMBAHASAN .................................................................................5
                 A. Konsep Belajar, Pembelajaran, dan Mengajar ................................5
                 B. Pembelajaran di Sekolah ................................................................10
C.  Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi .....18
D. Pembelajaran Berbasis Multimedia ...............................................23
BAB III.  PENUTUP ............................................................................................28
                 A. Kesimpulan ......................................................................................28
                 B. Saran ................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................30




BAB I
PENDAHULUAN
  
 A.  Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses pembelajaran dirancang dan dijalankan secara profesional. Setiap kegiatan pembelajaran selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru adalah pencipta kondisi belajar siswa yang didesain secara  sengaja, sistematis, dan berkesinambungan.  Sedangkan siswa sebagai peserta didik merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru tersebut (Rusman, dkk., 2011).
Namun bila kita melihat kenyataannya saat ini, sering kita jumpai bahkan mengalaminya langsung saat berada di jenjang sekolah dasar, menengah pertama, menengah ke atas bahkan sampai ke perguruan tinggi, bahwa terkadang pembelajaran yang diberikan oleh guru terasa sedikit membosankan walaupun materinya sangat menarik untuk dipelajari. Sehingga kegiatan pembelajaran di kelas terasa kaku dan tidak bermakna. Hal ini dikarenakan sebagian guru memberikan pengajaran secara konvensional (teacher center) dengan hanya menggunakan metode ceramah dan hafalan tanpa berpikir. Seperti yang dinyatakan oleh Stine (dalam Rusman, dkk., 2011) bahwa,
Cara belajar sistem pendidikan kita yang diterapkan kepada kita sejak masa kanak-kanak, yaitu cara belajar kuno dan tidak produktif. Pendekatan model lama sebenarnya lebih menimbukan keburukan daripada kebaikan dan membuat proses belajar menjadi sulit bagi anak. Sejak dulu sistem sekolah mengajarkan kepada anak-anak untuk menghafal tanpa berpikir.

Selain itu Keller (Rusman, dkk., 2011) juga mengkritik penerapan metode-metode pembelajaran konvensional yang kurang menarik perhatian peserta didik. Menurutnya, “peserta didik harus diberi akses yang lebih luas dalam menentukan apa yang ingin mereka pelajari sesuai minat, kebutuhan, dan kemampuannya”. Dikatakannya pula bahwa “guru bukanlah satu-satunya pemegang otoritas pengetahuan di kelas. Siswa harus diberi kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar”.
Oleh sebab itu perlu adanya upaya yang harus dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran. Salah satunya adalah dengan mengembangkan sistem pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik dan memfasilitasi kebutuhan siswa akan kebutuhan belajar yang menantang, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan mengembangkan dan menerapkan pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Memasuki era Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sekarang ini sangat dirasakan kebutuhan dan pentingnya penggunaan TIK dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang diharapkan. Melalui TIK diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan, yaitu dengan cara membuka lebar-lebar terhadap akses ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan menyenangkan.
Dengan adanya pembelajaran yang berorientasi pada pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi ini diharapkan guru dapat mengembangkan minat dan bakat siswa dalam belajar, bahkan dapat bersaing di kancah internasional.

 B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah mengenai “Peranan Media Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Siswa di Sekolah” adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan belajar, pembelajaran, dan mengajar?
2.      Bagaimana situasi dan kondisi pembelajaran yang diharapkan di sekolah?
3.      Bagaimana pembelajaran yang berbasis Teknologi  Informasi dan Komunikasi?
4.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran berbasis multimedia?

 C.  Tujuan
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah:
1.        Memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
2.        Mengetahui pengertian belajar, pembelajaran, dan mengajar.
3.        Mengetahui situasi dan kondisi pembelajaran yang diharapkan  di sekolah.
4.        Mengetahui pembelajaran yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
5.        Mengetahui pengertian dan maksud dari pembelajaran berbasis multimedia.

 D.  Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1.        Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai pembelajaran yang efektif.
2.        Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai bagaimana situaasi dan kondisi pembelajaran yang diharapkan di sekolah.
3.        Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
4.        Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai pembelajaran berbasis multimedia.

                                                                     BAB II
PEMBAHASAN

    A.      Konsep Belajar, Pembelajaran, dan Mengajar
1.        Belajar
Belajar merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh setiap manusia, karena belajar adalah salah satu faktor yang memengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Menurut Surya (dalam Rusman, dkk., 2011) belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Lebih jauh James O. Whitaker (dalam Rusman, dkk., 2011:8) mengungkapkan bahwa “Belajar  adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman.” Kata “diubah” merupakan kata kunci pendapatnya Whitaker, sehingga dari kata tersebut mengandung makna bahwa belajar adalah sebuah perubahan yang direncanakan secara sadar melalui suatu program yang disusun untuk menghasilkan perubahan perilaku positif tertentu. Selain itu Rusman, dkk (2011:7) menjelaskan bahwa,
Belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis, yaitu aktivitas yang merupakan proses mental, misalnya aktivitas berpikir, memahami, menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkapkan, menganalisis dan sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis yaitu aktivitas yang merupakan proses penerapan atau praktik, misalnya melakukan eksperimen atau percobaan, latihan, kegiatan praktik, membuat karya (produk), apresiasi dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut, intinya bahwa belajar adalah perubahan perilaku siswa.
Selanjutnya Rusman, dkk mengungkapkan secara keseluruhan biasanya hasil belajar akan tampak berupa:
        a.       Kebiasaan; misalnya peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
b.      Keterampilan; seperti menulis dan berolahraga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang tinggi dan kesadaran yang tinggi.
c.       Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra secara objektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
d.      Berpikir asosiatif; yakni berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan menggunakan daya ingat.
e.       Berpikir rasional dan kritis; yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
f.       Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi objek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
g.      Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
h.      Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu).
i.        Perilaku afektif; yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
j.        Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Menurut Bloom (Rusman, dkk., 2011:12), “Perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam ranah/domain kognitif, afektif, dan psikomotorik, beserta tingkatan aspek-aspeknya.”  Tingkatan tingkah laku tertentu merupakan akumulasi tingkatan tingkah laku yang ada sebelumnya, baik pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) maupun psikomotor. Artinya seorang telah mencapai tingkah laku tertentu (jenjang aplikasi), maka siswa tersebut harus menguasai tingkatan tingkah laku jenjang sebelumnya yaitu pengetahuan dan pemahaman. Sebagai contoh, siswa tidak mungkin dapat mengoperasikan komputer (aplikasi), tanpa menguasai pengetahuan dasar-dasar komputer dan pemahaman tentang komputer itu sendiri.
2.   Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses dasar dari pendidikan, dari sanalah lingkup terkecil secara formal yang menentukan dunia pendidikan berjalan baik atau tidak. Pembelajaran merupakan suatu proses menciptakan kondisi yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Sudjana (dalam Rusman, dkk., 2011) yang mengatakan bahwa “Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif  antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan pembelajaran”. Lebih lanjut Rusman (2011:15) mengungkapkan bahwa:
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan media, metode, strategi dan pendekatan apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Dari pernyataan di atas, pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses interaksi komunikasi antara sumber belajar, guru, dan siswa. Interaksi komunikasi itu dilakukan baik secara langsung dalam kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung dengan menggunakan media, di mana sebelumnya telah menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan tentunya. Hakikat pembelajaran di atas haruslah terdapat di dalam setiap komponen pembelajaran termasuk pembelajaran berbasis TIK yang akan diimplementasikan. Siswa jangan selalu dianggap sebagai objek belajar yang tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, kebutuhan, serta kemampuan yang berbeda. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai pembimbing, pelatih, pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.   Mengajar
Secara sederhana mengajar dapat diartikan sebagai interaksi antara siswa dengan guru. Dalam paradigma baru mengajar lebih ditekankan pada penciptaan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan efektif dan efisien (Rusman, dkk., 2011). Artinya dalam mengajar guru harus berusaha mengetahui kemampuan awal siswa, memberikan motivasi yang kuat, mengajak siswa untuk berpikir dan melakukan aktivitas umpan balik, dan menempatkan siswa sebagai subjek yang memiliki kemampuan untuk dikembangkan. Iklim yang mendukung dan menyenangkan untuk belajar, akan membuat siswa merasa aman, nyaman, dan fun dalam belajar, sehingga lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan kebutuhannya.
Kemudian menurut Howard & Alvin W (dalam Rusman, dkk., 2011:18) “Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge.”
Dari pengertian tentang mengajar di atas terdapat kata kunci, yaitu aktivitas dan penyampaian. Dari kata kunci tersebut menunjukkan adanya sesuatu yang diberikan atau disampaikan dari guru kepada siswa. Makna penyampaian (transfer) dalam konteks pembelajaran tidaklah sama dengan transfer dalam konteks ekonomi atau lainnya yang berarti pindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain yang menyebabkan hilangnya dari suatu keadaan atau suatu tempat. Karena secara faktual, jika seorang guru semakin banyak mengajar justru semakin banyak dan mantap pula pengetahuannya. Arti transfer dalam konteks pembelajaran adalah transfer pengaruh atau transfer pengalaman atau disebut dengan istilah transfer belajar (Rusman, dkk., 2011). Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka inti dari mengajar ialah suatu proses menambahkan pengetahuan atau pengaruh kepada seseorang dengan tidak mengurangi pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakikat mengajar adalah proses transfer pengetahuan dan pengalaman dari pendidik kepada peserta didik.

 B. Pembelajaran di Sekolah
1. Aktivitas Siswa dalam Belajar
Banyak orang yang berharap akan terwujudnya siswa aktif dalam proses pembelajaran. Paul Suparno, dkk (2001:42) mencirikan siswa yang secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran menjadi dua aktivitas yakni aktif dalam berpikir (minds-on) dan aktif dalam berbuat (hands-on). Kedua bentuk aktif ini saling terkait. Perbuatan nyata siswa  dalam pembelajaran merupakan hasil keterlibatan berpikir terhadap objek belajarnya. Pengalaman sebagai hasil perbuatan siswa, selanjutnya diolah dengan menggunakan kerangka berpikir dan pengetahuan yang dimilikinya untuk membangun pengetahuan. Dengan cara ini siswa dapat mengembangkan pemahaman bahkan mengubah pemahaman sebelumnya menjadi semakin baik (ilmiah). Pemahaman baru ini, yang melalui pengolahan dan refleksi, dapat melahirkan tindakan yang lain sebagai perwujudan keingintahuannya. Dengan demikian, proses siswa aktif merupakan proses yang tiada henti.
Agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran diperlukan adanya proses pembiasaan. Untuk itu, perlu diidentifikasi beberapa kecakapan dasar penunjang yang harus menjadi kemampuan yang melekat pada diri siswa. Beberapa kemampuan dasar tersebut menurut Paul Suparno, SJ, dkk (2001:43) antara lain:
a.       Kemampuan bertanya.
Kemampuan ini tidak lain adalah kemampuan siswa untuk mempersoalkan (problem solving). Dimulai dengan persoalan dalam wujud pertanyaan, maka dalam diri siswa terdapat keinginan untuk mengetahui melalui proses belajarnya.
b.      Kemampuan pemecahan masalah (problem solving).
Permasalahan yang muncul di dalam pembelajaran harus diselesaikan (dicari jawabannya) oleh siswa selama proses belajarnya. Tidak cukup kalau siswa mahir mempersoalkan sesuatu tetapi miskin dalam pencarian pemecahannya. Penyelesaian masalah sendiri dapat dilakukan secara mandiri (self-independence learning) maupun secara kelompok (group learning).
c.       Kemampuan berkomunikasi.
Dalam konteks pemahaman, kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal merupakan sarana agar terjadi pemahaman yang benar (yang baik dan punya kadar keilmuan), dari hasil proses berpikir dan berbuat, terhadap gagasan siswa yang ditemukan dan ingin dikembangkan.
Pembelajaran siswa aktif  dapat dikembangkan ke arah reflektif (paradigma pedagogi reflektif). Pengalaman belajar siswa disamping dapat diolah untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, harus dapat pula dijadikan bahan refleksi kritis. Melalui refleksi, siswa diajak untuk menyadari dampak yang timbul dari ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat, mengasah hati nurani, meningkatkan kepedulian sosial, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam kariernya kelak. Buah kesadaran sebagai hasil refleksi dijadikan titik tolak untuk melakukan aksi (seperti menyatakan keprihatinan dan perhatian) yang hasilnya harus dievaluasi. Dengan cara ini, maka aktivitas siswa dalam belajar telah mengintegrasikan pengembangan intelektual dan nilai-nilai kemanusiaan.
2.  Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan dalam pembelajaran secara umum dibagi menjadi dua, seperti yang dikemukakan oleh Killen & Roy dalam bukunya yang berjudul Effective Teaching Strategies (dalam Rusman, dkk., 2011:45-46) yaitu:
a. Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Guru (teacher centered approaches)
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatakan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik atau konvensional dengan hanya menggunakan metode ceramah dan hafalan. Dalam pendekatan ini guru menempatkan diri sebagai orang yang serba bisa dan sebagai satu-satunya sumber belajar.
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru memiliki ciri bahwa pe-
ngelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru baik dalam pilihan materi pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran. Peran siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya.
b. Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Siswa (student centered approaches)
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, manajemen dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa. Pada pendekatan ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya. Sedangkan peran guru lebih menempatkan diri sebagai fasilitator, pembimbing, sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih terarah.
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa inilah yang akan digunakan dalam pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi nantinya. Yang mana cara ini dapat menjadi salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Rusman, dkk (2001:7),
Dari berbagai kondisi dan potensi yang ada, upaya yang dapat dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas di sekolah adalah mengembangkan sistem pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik (children center) dan memfasilitasi kebutuhan siswa akan kebutuhan belajar yang menantang, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan mengembangkan dan menerapkan pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.

3.   Pembelajaran yang Konstruktivis
Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan merupakan bentukan (konstruksi) orang yang sedang belajar. Paul Suparno, SJ, dkk. (2001) mengungkapkan bahwa,
Dalam konteks sekolah, pengetahuan yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran merupakan hasil bentukan siswa sendiri. Pengalaman bersentuhan langsung dengan objek belajarnya menjadi penting. Dengan cara ini siswa dapat menjalani proses mengkonstruksi pengetahuan baik berupa konsep, ide maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajarinya. Agar proses pembentukan pengetahuan dapat berkembang, maka kehadiran pengalaman baru menjadi penting bila tidak membatasi pengetahuan siswa.

Pengetahuan yang dibentuk dengan sendirinya harus memunculkan dorongan untuk mencari atau menemukan pengalaman baru. Pembelajaran yang menekankan proses pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri dinamakan pembelajaran yang konstruktivis. Dalam konteks belajar seperti ini, aktivitas siswa menjadi syarat mutlak agar siswa mampu, bukan untuk “mengumpulkan” banyak fakta melainkan dapat “menemukan” sesuatu (pengetahuan) dan mengalami perkembangan pemikiran.
Dari
Menjadi
Mengajar
Indoktrinasi
Guru sebagai subjek
Mengumpulkan pengetahuan
Belajar
Partisipatif sebagai mediator dan fasilitator
Siswa sebagai subjek
Menemukan pengetahuan dan mengembangkan kerangka berpikir
Agar terjadi proses yang demikian diperlukan pergeseran paradigma dalam pembelajaran kepada hal-hal yang utama menurut (Paul Suparno, SJ, dkk., 2001), yakni:

4.  Tipe Gaya Belajar
Ada beberapa tipe gaya belajar yang harus dicermati oleh guru, yaitu: gaya belajar visual (visual learner), gaya belajar autitif (auditory learner) dan gaya belajar kinestetik (tactual learner). Gaya belajar tersebut memiliki penekanan-penekanan masing-masing, meskipun perpaduan dari ketiganya sangatlah baik, tetapi pada saat tertentu siswa akan menggunakan salah satu saja dari ketiga gaya belajar tersebut (Rusman, dkk., 2011).
a.    Tipe Belajar Visual (Visual Learner)
Visual learner adalah gaya belajar dimana gagasan, konsep, data dan informasi lainnya dikemas dalam bentuk gambar dan teknik. Siswa yang memiliki tipe belajar visual memiliki keterkaitan yang tinggi ketika diperlihatkan gambar, grafik, grafis organisatoris, seperti jaring, peta konsep dan ide peta, plot, dan ilustrasi visual lainnya.  Beberapa teknik yang digunakan dalam belajar visual untuk meningkatkan keterampilan berpikir dan belajar, lebih mengedepankan peran penting mata sebagai penglihatan (visual). Pada gaya belajar ini dibutuhkan banyak model dan metode pembelajaran yang digunakan dengan menitikberatkan pada peragaan. Media pembelajarannya adalah objek-objek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Bahasa tubuh dan ekspresi wajah guru juga sangat penting peranannya ketika menyampaikan materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, CD interaktif, digital content dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detail-detailnya untuk mendapatkan informasi.
b.    Tipe Belajar Auditif (Auditory Learner)
Auditory learner adalah suatu gaya belajar dimana siswa belajar melalui mendengarkan. Siswa yang memiliki gaya belajar auditori akan mengandalkan kesuksesan dalam belajarnya melalui telinga, oleh sebab itu guru sebaiknya memerhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai  gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan penjelasan apa yang dikatakan guru. Anak dengan belajar tipe auditori dapat mencerna makna yang disampaikan oleh guru melalui simbol atau suara, tinggi rendahnya, kecepatan berbicara, dan hal-hal auditori lainnya. Anak-anak seperti ini dapat menghapal lebih cepat melalui membaca teks dengan keras atau mendengarkan media audio.
c.    Tipe Belajar Kinestetik (Tactual Learner)
Tactual learner adalah suatu gaya belajar di mana siswa belajar dengan cara melakukan, menyentuh, merasa, bergerak dan mengalami. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik mengandalkan belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan tindakan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktivitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar seperti ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. Oleh karena itu, pembelajaran yang dibutuhkan adalah pembelajaran yang lebih bersifat kontekstual dan praktik.
Berdasarkan uraian di atas bahwa dalam pembelajaran perlu suatu proses yang melibatkan potensi siswa secara keseluruhan, yaitu potensi pendengaran, penglihatan, dan gerak motorik. Dari kolaborasi ketiga potensi tersebut siswa lebih mampu menguasai suatu kecakapan tertentu, karena ketiga potensi tersebut terlibat aktif baik secara fisik maupun secara psikologis. Guru harus dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam belajar, sehingga belajar menjadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan serta tidak membosankan. Kreativitas guru sangat dibutuhkan untuk megkolaborasikan berbagai metode atau multimetode, multistrategi, multimodel, multimedia dan aktivitas belajar sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga memiliki kesempatan yang luas untuk beraktivitas dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang mengakses ketiga tipe gaya belajar tersebut adalah pembelajaran yang berorientasi aktivitas siswa dengan menggunakan berbagai macam pendekatan dan media pembelajaran. Jadi pembelajaran boleh saja dilakukan secara klasikal tapi sentuhannya harus individual, artinya guru harus menyentuh siswa yang auditif dengan ceramah dan penjelasan guru, bagi siswa yang visual, guru menggunakan berbagai alat dan media pembelajaran seperti media gambar, poster, OHP, LCD, CD interaktif, digital content dan media visual lainnya, sedangkan yang tipenya kinestetik guru harus menyentuhnya dengan pengalaman langsung seperti praktik, laboratorium, eksperimen, role playing, peragaan, observasi, dan unsur kinestetik lainnya.
 C.  Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perkembangan teknologi yang sangat pesat telah memiliki peranan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk pendidikan atau pengajaran. Komputer sebagai hasil dari perkembangan teknologi tentunya memiliki pengaruh dalam dunia pendidikan. Penggunaan komputer dalam pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara individual (individual learning) dengan menumbuhkan kemandirian dalam proses belajar, sehingga siswa akan mengalami proses yang jauh lebih bermakna dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Manfaat komputer untuk tujuan pendidikan menurut Arsyad (dalam Rusman, dkk., 2011:47) yaitu:
1.        Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi seperti yang diinginkan program yang digunakan.
2.        Komputer dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau simulasi karena tersedianya animasi grafik, warna, dan musik yang dapat menambah realisme.
3.        Kendali berada di tangan siswa, sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. Dengan kata lain, komputer dapat berinteraksi dengan siswa secara individual misalnya dengan bertanya dan menilai jawaban.
4.        Kemampuan merekam aktivitas siswa selama menggunakan program pembelajaran, memberikan kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.
5.        Dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan peralatan lain seperti CD interaktif, video, dan lain-lain dengan program pengendali dari komputer.
Peranan komputer sebagai media pembelajaran adalah menjadi sumber utama (major resource) dalam mengimplementasikan program pembelajaran di sekolah, melalui komputer siswa dapat menjalankan aplikasi program yang didukung juga dengan fasilitas penunjang lain yang saat ini berkembang yaitu internet.
Internet adalah sarana yang sangat efisien dan efektif untuk melakukan pertukaran informasi jarak jauh (Rusman, dkk., 2011: 48). Kelebihannya dalam akses global itulah yang menjadikan internet memiliki peranan tersendiri, karena internet dapat memfasilitasi beragam sumber belajar yang dibutuhkan siswa.
Manfaat internet menurut Hardjito (dalam Rusman, dkk., 2011:51) yaitu:
Manfaat internet lebih banyak disebabkan oleh kecepatan, kemudahan, murah, dan canggih. Bila saat ini berbicara internet, pemakai lebih cenderung menggunakannya untuk kebutuhan e-mail dan browsing, padahal kemampuan dan fasilitas dari internet adalah lebih dari itu. Transfer pengetahuan yang dimungkinkan melalui internet justru bisa jauh lebih efektif sekaligus lebih efisien untuk membentuk intelektual manusia muda dan masa depan.

Beberapa keuntungan atau manfaat pembelajaran melalui internet menurut Siahaan (dalam Rusman, dkk., 2011:54) sebagai berikut:
1.      Menjadi alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2.      Melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian peserta didik.
3.      Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran mutu belajar mengajar.
4.      Membantu peserta dalam memahami materi pelajaran.
Dari pernyataan di atas bagi siswa internet dapat dimanfaatkan secara positif, namun manfaat internet dalam pembelajaran bukan hanya sebagai alat pembelajaran bagi peserta didik saja, tetapi juga bermanfaat bagi para pengajar untuk meningkatkan keilmuan mereka ke arah profesionalitas. Menurut hasil penelitian Honey & Henriquez pada tahun 1993 di Amerika Serikat (dalam Rusman, dkk., 2011:55) tentang penggunaan internet menyatakan bahwa “... bagi kalangan pendidikan (guru, dosen, peneliti, pengembang), internet membuat mereka lebih terbuka wawasannya, terlepas dari keterasingannya, serta meningkatkan profsionalisme dan kemandiriannya.”
Apabila dilihat dari interaksi guru dan siswa, internet juga memungkinkan terselenggaranya pembelajaran jarak jauh, artinya segala proses pembelajaran dilakukan secara online dan real-time. Pembelajaran semacam ini kita kenal dengan istilah e-learning. Melalui pembelajaran online, iklim pembelajaran dan perasaan peserta didik dinilai lebih kondusif dan akan dapat mendorong peserta didik untuk meningkatkan kadar interaksinya dalam kegiatan pembelajaran, karena dalam pembelajaran semacam ini siswa belajar secara mandiri.
Jika dibandingkan, e-learning memiliki manfaat yang lebih dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan lembaga P3AILP3 UNEJ (Rusman, dkk., 2011:57), diantaranya adalah:
1.      Fleksibilitas dari sisi waktu dan tempat. Dengan e-learning mahasiswa dapat belajar lebih fleksibel sesuai waktu yang dimiliki. Demikian juga dia dapat mengakses kuliah dari tempat yang lebih fleksibel, tidak seperti kuliah konvensional yang harus dilakukan pada ruangan dan jam tertentu. Termasuk juga mahasiswa dapat meluangkan waktu lebih fleksibel sesuai kondisi masing-masing.
2.      Fleksibel dari fasilitas dan lingkungan belajar. Mahasiswa dapat mengakses e-learning dengan fasilitas yang bervariasi.
3.      Suasana tidak menegangkan. Dengan e-learning suasana belajar tidak menegangkan seperti tatap muka langsung. Mahasiswa lebih berani melakukan latihan online karena tidak takut malu atau dibentak jika melakukan kesalahan.
4.      Mudah meremajakan materi. Berbeda dengan meremajakan materi kuliah yang tersusun dalam bentuk buku cetak, materi online dapat diremajakan setiap saat.
Berdasarkan yang diutarakan, perubahan dari konvensional ke e-learning maka hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari sebagai penyampai pengetahuan sumber utama informasi, ahli materi, dan sumber segala jawaban menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan, yaitu dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan berbagai pengetahuan, dari pembelajaran sebagai aktivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Keuntungan lainnya dalam menggunakan e-learning menurut Wahono (Rusman, dkk., 2011:58) diantaranya sebagai berikut:
1.    Fleksibel karena siswa dapat belajar kapan saja, di mana saja, dan dengan tipe pembelajaran yang berbeda-beda.
2.    Menghemat waktu proses belajar mengajar.
3.    Mengurangi biaya perjalanan.
4.    Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku-buku)
5.    Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas.
6.    Melatih pembelajaran lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.

 D. Pembelajaran Berbasis Multimedia
Media berasal dari kata “medius” yang berarti tengah, perantara atau pengantar. Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara peserta didik, guru dan bahan ajar (Rusman , dkk., 2011).  Media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran, yang mempunyai fungsi sebagai perantara pesan – dalam hal ini adalah materi pelajaran – kepada peserta didik. Jadi, media pembelajaran adalah alat atau bentuk stimulus yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran.
Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realita; gambar bergerak atau tidak; tulisan, dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu peserta didik mempelajari bahasa asing (Rusman, dkk., 2011). Namun demikian, tidaklah mudah mendapatkan kelima bentuk itu dalam satu waktu atau tempat.
Teknologi komputer adalah sebuah penemuan yang memungkinkan menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus di atas sehingga pembelajaran akan lebih optimal. Namun demikian, masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Guru adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Namun, kebanyakan guru tidak mempunyai kemampuan untuk menghadirkan kelima stimulus itu dengan program komputer.  Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program komputer dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari. Dengan demikian, para guru akan dengan mudah merealisasikan ide-ide pembelajarannya.
Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa kriteria (Rusman, dkk., 2011). Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi peserta didik. Selain itu media juga harus merangsang peserta didik mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan peserta didik dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong peserta didik untuk melakukan praktik-praktik dengan benar. Untuk menarik minat peserta didik program harus mempunyai tampilan yang artistik, maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh peserta didik. Sehingga pada waktu seseorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Dalam proses belajar mengajar, hal utama yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan media adalah berkaitan dengan analisis manfaat dari penggunaan media tersebut. Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pembelajaran berkaitan dengan analisis manfaat yang akan diperoleh, sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana dan Rivai (dalam Rusman, dkk., 2011: 62) yaitu:
1.        Pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2.        Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru harus mengajar untuk setiap jam pelajaran.
3.        Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para peserta didik dan memungkinkan peserta didik menguasai tujuan pembelajaran lebih baik.
4.        Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Ada lima jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menurut Rusman (2011:63) yaitu:
1.      Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan yang terdiri atas media yang dapat diproyeksikan dan media yang tidak dapat diproyeksikan yang biasanya berupa gambar diam atau gambar bergerak.
2.      Media Audio
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para peserta didik untuk mempelajari bahan ajar. Contoh dari media audio ini adalah program kaset suara dan program radio.
3.      Media Audio-Visual
Media ini merupakan kombinasi audio dan visual atau biasa disebut media pandang-dengar. Contoh dari media ini adalah program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide suara (sound slide).
4.      Kelompok Media Penyaji
Media kelompok penyaji ini sebagaimana diungkapkan Donald T. Tosti dan John R. Ball (dalam Rusman, dkk., 2011) dikelompokkan dalam tujuh jenis, yaitu:
a.       kelompok kesatu: grafis, bahan cetak, dan gambar diam;
b.      kelompok kedua: media proyeksi diam;
c.       kelompok ketiga: media audio;
d.      kelompok keempat: media video;
e.       kelompok kelima: media gambar hidup/film;
f.       kelompok keenam: media televisi; dan
g.      kelompok ketujuh: multimedia.
5.      Media Objek dan Media Interaktif Berbasis Komputer
Media objek merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian, melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti ukurannya, bentuknya, beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya, dan sebagainya. Media ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu media objek sebenarnya dan media objek pengganti. Sedangkan media interaktif berbasis komputer adalah media yang menuntut peserta didik untuk berinteraksi selain melihat maupun mendengarkan. Contoh media interaktif berbasis komputer adalah program interaktif dalam pembelajaran berbasis komputer.
Dari kelima bentuk media tersebut, media yang terakhir merupakan media dan sumber terbaik yang dapat digunakan sebagai sumber media komunikasi. Karakteristik terpenting kelompok media ini adalah bahwa peserta didik tidak hanya memerhatikan media atau objek, melainkan juga dituntut untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran. Sedikitnya ada tiga macam interaksi menurut Rusman (2011:64).
Interaksi yang pertama ialah yang menunjukkan peserta didik berinteraksi dengan sebuah program, misalnya peserta didik diminta mengisi blanko pada bahan belajar terprogram. Bentuk interaksi yang kedua ialah peserta didik berinteraksi dengan media komputer, misalnya CD interaktif, simulator, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, atau kombinasi diantaranya yang berbentuk video interaktif. Bentuk interaksi ketiga ialah mengatur interaksi antara peserta didik secara teratur, tetapi tidak terprogram. Sebagai contoh dapat dilihat pada berbagai permainan pendidikan atau simulasi yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan atau masalah yang mengharuskan mereka untuk membalas serangan lawan atau kerja sama dengan teman sekelompok dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini peserta didik harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang timbul karena tidak ada batasan yang kaku mengenai jawaban yang benar.
Jadi, permainan pendidikan dan simulasi yang berorientasikan pada masalah memiliki potensi untuk memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat dan realistis. Oleh karena itu, guru menganggapnya sebagai sumber terbaik dalam masalah media komunikasi.


BAB III
PENUTUP
 A.  Simpulan
Pendidikan adalah hal yang paling utama dalam proses perkembangan individu, baik pembentukan pribadi maupun perilakunya.  Pendidikan berhubungan erat dengan proses pembelajaran yang terjadi antara guru dan peserta didik. Dalam proses pembelajaran tersebut dibutuhkan strategi dalam menciptakan kondisi yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa karena menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern, sehingga dapat membentuk siswa aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran perlu suatu proses yang melibatkan potensi siswa secara keseluruhan, yaitu potensi pendengaran, penglihatan, dan gerak motorik. Dari kolaborasi ketiga potensi tersebut siswa lebih mampu menguasai suatu kecakapan tertentu, karena ketiga potensi tersebut terlibat aktif baik secara fisik maupun secara psikologis. Seiring dengan perkembangan zaman guru harus dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam belajar, sehingga belajar menjadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan serta tidak membosankan. Pembelajaran yang mengakses ketiga tipe gaya belajar tersebut adalah pembelajaran yang berorientasi aktivitas siswa dengan menggunakan berbagai macam pendekatan dan media pembelajaran. Seperti pembelajaran menggunakan multimedia berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Model pembelajaran berbasis teknologi dan komunikasi terbukti mampu memberikan dorongan dan motivasi yang kuat kepada peserta didik untuk belajar. Dengan motivasi yang kuat dari peserta didik itu, tentunya juga akan berdampak pada prestasi akademik di sekolah.
 B. Saran
Seiring perkembangan teknologi, sudah semestinya model pembelajaran konvensional yang selama ini masih diterapakan dibeberapa sekolah harus beralih kepada model pembelajaran yang berbasis pada Teknologi Informasi dan Komunikasi. Kita sebagai pendidik maupun calon pendidik agar selalu menambah ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melakukan renovasi dalam pembelajaran, menggunakan multimedia dalam pembelajaran diantaranya dengan menggunakan komputer. Sungguh pandangan yang keliru kalau pada abad gelombang informasi seperti sekarang ini masih ada seorang guru yang masih memosisikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar. Tetapi yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah kesiapan dari sekolah, guru dan murid yang saling menyupport. Sebaiknya sarana dan prasarana penunjang seperti komputer dan jaringan internet harus sudah ada. Hal ini agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.


DAFTAR PUSTAKA

 Rusman, dkk.  (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Rajawali Pers.
Paul Suparno, SJ, dkk. (2001). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Indah Septyorini. (2012). Pembelajaran Menggunakan Basis Komputer. (online). (http://indahseptyorini.blogspot.com/2012/05/makalah-pembelajaran-dengan-menggunakan. html, dikunjungi 12 Januari 2014)
Syaiful Anshori. (2012). Pembelajaran Berbasis Teknologi Komunikasi Dan Informasi Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa. (online). (http://syaifulanshori.blogspot.com/2012/01/pembelajaran-berbasis-teknologi.html, dikunjungi 12 Januari 2014)

  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar