PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Cerita Rakyat Pulau Belumbak
sebagai Warisan Budaya Kabupaten Sanggau
Disusun Guna Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pendidikan
Multikultural
yang Dibimbing oleh
Drs. Mastar Asran, M.Pd
Oleh:
Arby Nurul Trisnawati
(F37012033)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN
PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
PONTIANAK
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis
berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya. Makalah ini berjudul “Cerita
Rakyat Pulau Belumbak sebagai warisan budaya Kabupaten Sanggau”. Penyusunan
makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Pendidikan
Multikultural.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Pontianak,
25 Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir setiap daerah di seluruh Indonesia memiliki
adat, bahasa dan kebiasaan masing-masing. Beberapa diantaranya sangat terkenal
di kancah nasional maupun internasional. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri
bagi warga Negara lain untuk berkunjung
ke Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya
bermigrasi dan menetap di Indonesia.
Kebudayaan merupakan
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia
dengan cara belajar. Kebudayaan memiliki beberapa unsur-unsur, nilai-nilai
kebudayaan, nilai budaya, sistem religi, sosial dan sistem
iptek , suku bangsa, dan sistem budaya. Termasuk di dalamnya tentang
cerita rakyat yang berasal dari Kecamatan
Meliau Kabupaten Sanggau. Cerita ini berjudul Pulau Belumbak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakng di atas, masalah yang dapat
dirumuskan adalah:
1.
Apa itu cerita Pulau Belumbak?
2.
Bagaimana cerita Pulau Belumbak itu?
3.
Apa pesan moral dari cerita Pulau Belumabak?
C. Ruang Lingkup
Berdasarkan rumusan masalah diatas, pada
penulisan ini penulis hanya membahas tentang cerita rakyat Pulau Belumbak dari
Kecamatan Meliau Kabupaten Sanggau.
D.
Tujuan
1. Menjelaskan tentang cerita rakyat yang berasal
dari Kecamatan Meliau Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
2. Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Multikultural.
E.
Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Sebagai Penulis
Sebagai
bahan acuan untuk mengembangkan dan melestarikan budaya-budaya yang ada di
Kabupaten Sanggau, khususnya di Kecamatan Meliau.
2. Sebagai Pembaca
Mengetahui
adat dan tradisi dari Kabupaten Sanggau.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adat Istidat dan Cerita Rakyat Pulau
Belumbak
Tradisi adalah sebuah
kebiasaan atau perilaku yang dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun
dari nenek moyang didaerahnya. Tradisi dan budaya juga merupakan beberapa hal
yang menjadi sumber dari akhlak dan budi pekerti. Sedangkan adat istiadat merupakan sebuah wujud dari rasa daya cipta
suatu bangsa begitu juga adat budaya yang masih tetap ada, khususnya di
wilayah Kalimantan Barat sebagai sebuah wilayah yang cukup luas yang ada di
Indonesia, diantara provinsi Kalimantan Barat meliputi beberapa kabupaten yang
mempunyai adat istiadat yang multikultural, dan masih tetap kuat untuk dipertahankan
adat istiadat masyarakatnya. Termasuk salah satu diantaranya adalah cerita rakyat Pulau
Belumbak yang berasal dari Kecamatan Meliau Kabupaten Sanggau.
Cerita rakyat di daerah Kalimantan Barat ini merupakan warisan
leluhur kita. Cerita rakyat ini tidak tertulis, tetapi diceritakan dari mulut
ke mulut, dari nenek ke ibu, dari ibu ke anak, dari anak ke cucu dan seterusnya
secara estafet. Cerita ini bukan hanya sekedar pelipur lara dikala duka, tetapi
juga mengandung nasehat-nasehat yang berguna bagi anak cucunya dalam menempuh
hidup dan kehidupan.
Belumbak dalam bahasa Kalimantan Barat berarti berlomba. Bila kita
menyusuri Sungai Kapuas dari Kota Pontianak menuju Sanggau maka diantara Kota
Tayan dan Kota Sanggau, lebih tepatnya di Kota Meliau, kita akan melewati dua
buah pulau yang berjejer ditengah Sungai Kapuas. Bentuk pulau-pulau tersebut
menyerupai dua buah kapal yang sedang
berlomba. Oleh sebab itu kedua pulau tersebut dinamai oleh penduduk dengan
PULAU BELUMBAK (berlomba).
Menurut cerita dari para leluhur dahulu kala
yang dituturkan dari mulut kemulut, pulau-pulau tersebut asalnya dari dua buah
kapal milik dua bersaudara. Pada zaman
dahulu di mana lokasi kedua pulau tersebut berada, terdapat sebuah kota yang
bernama Kota Meliau. Walaupun kota tersebut tidak begitu besar, tetapi penduduknya
cukup banyak.
Di bagian pinggiran kota tersebut hiduplah seorang janda miskin
dengan kedua orang anak laki-lakinya. Ayah mereka telah meninggal dunia.
Sehari-harinya kerja mereka hanya mnecari kayu bakar yang mereka jual kepada
orang kampung demi sesuap nasi. Dari tahun ketahun mereka menjalani kehidupan yang demikian sehingga kedua anaknya
tumbuh menjadi dewasa. Ketika kedua anaknya telah menginjak dewasa, timbulah
keinginan kedua anak tersebut untuk merantau ke negeri seberang. Mereka ingin
mengadu nasibnya di perantauan dengan harapan nasibnya dapat berubah. Sang ibu
berat sekali hatinya untuk melepaskan kepergian kedua anaknya, disamping
umurnya yang semakin hari semakin tua. Tetapi keinginan kedua putranya tidak
dapat dihalang-halangi. Akhirnya ibu tersebut terpaksa mengabulkan juga keberangkatan
kedua anaknya yang sangat ia cintai itu.
Dua ekor anak ayam jantan
yang menjadi milik kedua anak tersebut dititipkan supaya dipelihara oleh ibunya
hingga kelak mereka kembali.
Pada hari keberangkatan
kedua bersaudara itu, mereka hanya menumpang sebuah kapal dagang yang datang ke
kota tersebut. Di kapal itu untuk sementara mereka menjadi kuli. Ibunya hanya
dapat membekali mereka dengan ketupat nasi masing-masing tiga buah. Namun
demikian ibu tersebut mengiringi kedua anaknya dengan doa, semoga selamat di
perantauan dan berhasil mencapai apa yang mereka cita-citakan.
Hari berganti bulan ,dan
bulanpun berganti tahun, entah berapa purnama telah berlalu. Sang ibu tetap
menunggu dan menunggu kedatangan kedua anaknya. Usianya semakin tua, dan
rambutnyapun semakin banyak yang memutih. Tenaganya semakin berkurang karena
ketuaannya, dan ia pun sering kali sakit-sakitan. Namun ia tetap bekerja
menurut kemampuannya demi sesuap nasi.
Di perantauan kedua kakak
beradik itu berhasil. Mereka akhirnya menjadi orang yang kaya raya.
Masing-masing telah memiliki kapal yang cukup besar dan bagus. Mereka memiliki
para pekerja dan para pengiring. Merekapun masing-masing telah beristeri yang
elok rupawan parasnya. Kecantikan para isteri mereka menurut sastera atau kisah
lama diibaratkan: hidung mancung, pipi bagai pauh dilayang, rambut bak mayang
terurai,, bibir bagai delima merekah, alis bagai semut beriring, betis seperti
batang padi, wajah bak bulan purnama, mata tajam, air diminum nampak terbayang,
senyum seperti limau seulas, ..... entah apa lagi, yang jelas cantik sekali.
Setelah beberapa lama
mereka merantau, timbul hasrat kedua bersaudara itu untuk kembali ke kampung
halamannya di Kalimantan Barat. Demikianlah kedua kapal kakak beradik itu
berlayar menuju Kalimantan Barat. Beberapa lama mereka berlayar, sampailah
mereka dipesisir Kalimantan Barat dan langsung masuk Sungai Kapuas. Setelah
beberapa lama menyusuri Sungai Kapuas, akhirnya kedua kapal tersebut tiba di
wilayah Sanggau dan berlabuh di tengah Sungai Kapuas.
Sang ibu yang telah tua
renta itu mendengar berita dari orang sekitarnya, bahwa yang datang itu kedua
anaknya. Bukan main suka citanya, karena sudah lama tidak bertemu dengan kedua
anaknya yang selalu dia rindukan. Ia beringsut-ingsut naik perahu sambil
membawa ubi rebus dan dua ekor ayam jantan. Ayam tersebut yang dulu ketika
ditinggalkan oleh anak-anaknya masih kecil, dan kini telah menjadi ayam jantan
yang besar.
Malang tak dapat ditolak,
untung tak dapat diraih, ketika ibunya sampai dikapal anaknya yang sulung,
anaknya malu mengakui ibunya yang buruk dan miskin itu. Ia malu kepada
isterinya yang cantik dan malu kepada bawahannya. Ketika ibunya akan memeluknya
karena rindu, ia tolak orang tua itu sambil berkata: “ Hai orang tua renta,
apakah kau ini orang gila? Kau bukan ibuku. Ibuku telah meninggal. Enyahlah
segera engkau dari sini. Saya tidak kenal siapa engkau”.
Mendengar kata-kata
anaknya, orang tua itu menyahut: “Anakku, mengapa engkau telah lupa kepada
ibumu? Ini ayam jantan yang dahulu masih kecil ketika kalian berangkat”.
Mendengar kata-kata ibunya itu kemarahan anaknya semakin menjadi-jadi. Ibunya
ia tending dengan keras. Orang tua yang lemah itu tersungkur, kepalanya
berdarah. Lama sekali orang tua itu tak sadarkan diri. Setelah ia sadar iapun
pergi meninggalkan kapal itu, lalu menuju ke kapal anaknya yang seorang lagi.
Ibu tua ini berharap akan mendapat sambutan yang baik dari anaknya yang bungsu
ini. Tetapi di kapal anaknya yang kedua inipun ia mendapat perlakuan yang sama.
Bahkan di sini matanya menjadi buta karena ditusuk dengan tongkat oleh anaknya
yang kedua.
Orang tua itu menangis lalu
pulang. Sedih hatinya mendapat perlakuan yang menyakitkan dari kedua anaknya
yang dulu ia cintai. Tetapi kesedihan itu tiba-tiba menjadi kebencian. Kata
orang arif bijaksana, bahwa batas antara cinta dan benci itu tipis sekali,
lebih tipis dari selembar kertas yang paling tipis sekalipun. Cinta yang
berubah menjadi benci akan berbahaya.
Di rumahnya orang tua itu
membuat sebuah pedupaan. Pedupaan yang sedang berasap itu ditaruhnya di lubang
lesung. Ia kemudian naik ke atas lesung itu. Sambil mengguncangkan susunya kiri
dan kanan, iapun berseru: “Ya Tuhan..., kedua anak kandungku telah durhaka
kepada ibunya. Apakah benar mereka itu bukan anakku? Sambil terus
mengguncangkan kedua susunya, orang tua itu berseru lagi: “Kalau mereka itu
benar anakku dan mereka meminum air susu ini, timpakanlah bala bencana atas
mereka”. (cara orang menyumpah zaman dahulu)
Tidak berapa lama orang tua
itu mengucapkan kata-katanya yang terakhir, angin mulai bertiup. Mula-mula
perlahan tetapi makin lama makin kencang. Di langit awan hitam semakin menebal.
Tidak lama langit menjadi gelap gulita. Angin menderu dan berdesing disertai kilat dan petir sambung-menyambung.
Bunyi guruh menggelegar seperti membelah bumi. Tiba-tiba datang angin putar,
yang oleh penduduk Kalimantan Barat disebut angin puting beliung. Angin puting
beliung yang dahsyat itu menerpa kapal milik kedua bersaudara yang berada di
tengah sungai Kapuas. Tiang-tiang layarnya rusak dan patah. Angin puting
beliung ini datang berulang-ulang, merupakan kutukan Tuhan terhadap anak yang
durhaka kepada orang tuanya. Kedua kapal tersebut miring, lalu terangkat ke
atas kemudian terempas ke air tanpa ampun. Akhirnya kedua kapal itu tenggelam,
dan tak seorangpun selamat, termasuk
harta benda di kapal tersebut semuanya musnah. Sesaat sebelum kedua
kapal itu tenggelam, kedua anak durhaka itu berteriak minta ampun kepada
ibunya. Tetapi sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur, kutukan Tuhan telah
berlaku atas mereka.
Setelah kedua kapal itu
teggelam angin mulai mereda, langit sedikit kembali cerah, dan akhirnya cuaca
kembali terang. Angin berembus perlahan-lahan, seolah-olah tidak pernah terjadi
apa-apa sebelumnya.
Beberapa tahun kemudian,
muncullah di tengah Sungai Kapuas di tempat tersebut dua buah pulau yang
bentuknya menyerupai kapal yang sedang berlomba. Oleh karena itu kedua pulau
tersebut oleh penduduk setempat dinamakan “PULAU BELUMBAK” (berlomba). Sampai
sekarang kedua pulau trersebut masih dapat kita lihat, beralokasi antara Kota
Tayan dan Sanggau. Tepatnya di Kecamatan
Meliau.
Dewasa ini banyak pepohonan hutan yang tumbuh di sana, dan
penghuninya adalah berjenis-jenis kera, populasinya semakin meningkat. Hal ini
dikarenakan tidak ada orang yang mau mengganggu kera-kera tersebut, sebab
dianggap keramat.
B. Pesan Moral
Dari cerita rakyat tersebut terdapat hikmah yang dapat kita ambil
untuk dijadikan pelajaran, bahwa kita
tidak boleh durhaka kepada orang tua kita. Orang yang durhaka kepada orang
tuanya akan dikutuk oleh Tuhan, seperti halnya kedua bersaudara dalam cerita
ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cerita rakyat Pulau Belumbak ini merupakan salah
satu warisan leluhur Kalimantan Barat yang berasal dari Kabupaten Sanggau,
khususnya Kecamatan Meliau. Cerita ini banyak mengandung pesan-pesan moral
untuk anak-anak agar tidak berbuat jahat atau durhaka kepada orang tuanya.
B. Saran
Kita dilarang durhaka
terhadap orang tua kita, karena selain durhaka dilarang oleh agama, durhaka
juga dapat berakibat buruk kepada kita sendiri. Seperti halnya yang dialami dua
bersaudara di cerita rakyat Pulau Belumbak ini. Cerita rakyat ini perlu
diapresiasikan untuk memberikan pelajaran kepada anak-anak Indonesia khususnya
anak-anak Kalimantan Barat agar tidak durhaka kepada orang tuanya. Dan
membentuk generasi muda Kalimantan Barat yang berakhlak mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Syahzaman. (1994). Rangkuman Materi Muatan Lokal untuk Sekolah
Dasar Kelas V di Kalimantan Barat. Jakarta:
CV. Titik Terang.
Mr. Pacino vs. Casino | DRMCD
BalasHapusMr. Pacino is the only one of 서산 출장샵 the 경주 출장마사지 casinos to 나주 출장샵 go head to head in the casino gambling market. It's not just about who's 안동 출장안마 going to 속초 출장마사지 win, the players